Warta Bandung Barat
, JAKARTA – Ahli hukum Disna Riantina SH MH berbicara tentang
kasus pelanggaran hak cipta
yang dikabarkan melibatkan penyanyi dangdut Lesti Kejora.
Dia mengusulkan supaya masalah tersebut dapat diatasi melalui proses mediasi. Menurutnya, laporan yang diajukan oleh penulis lagu Yoni Dores, kakak angkat dari almarhum Deddy Dores, kepada Polda Metro Jaya pada hari Ahad, 18 Mei 2025, belum jelas dan perlu klarifikasi lebih lanjut.
“Masalahnya sudah dirahasiakan. Mediasi merupakan tindakan terbaik,” ujar Disna Riantina di Jakarta, Sabtu (24/5/2025).
Lesti Kejora diduga melanggar undang-undang hak cipta sebagaimana tercantum dalam Pasal 113 bersama dengan Pasal 9 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Istri aktor Rizky Billar tersebut diketahui telah membawakan versi covers dari beberapa lagu yang dinyanyikan Yoni Dores mulai tahun 2018 hingga saat ini.
Kemudian, sampul-sampul lagunya diunggah ke berbagai platform daring seperti YouTube, tanpa adanya persetujuan atau pengetahuan Yoni.
Disna Riantina, sekaligus Ko-founder dari Equality Law Firm-Setara Institute, mengungkapkan bahwa karena kasus tersebut telah dilaporkan kepada Polda Metro Jaya, maka cakupannya hanya berada di bidang hukum pidana saja. Hingga saat ini, belum ada tuntutan dalam ranah perdata.
“Laporan ini kurang memiliki bukti substantif. Hal tersebut akan membuat proses pengumpulan bukti lebih rumit bagi pihak pelapor. Mengapa demikian? Sebab dalam ranah hukum, semua klausul harus tegas dan pasti; tuduhan apa yang diajukan serta dalil-dalil apa saja yang diberikan menjadi tanggung jawab pihak pelapor untuk dibuktikan sendiri,” terangkan beliau.
Menurut Disna, Pasal 113 bersama-sama dengan Pasal 9 dari Undang-Undang Hak Cipta lebih menekankan pada aspek pelanggaran hak ekonomi serta pemanfaatan secara komersial. Dia menjelaskan, “Nantinya Pelapor perlu membuktikan dua hal: Pertama, apakah Lesti adalah pemilik akun YouTube tersebut, sehingga menghasilkan manfaat ekonomis untuknya? Dan kedua, apakah aktivitas yang dijalankan oleh Lesti merupakan tindakan bisnis yang disengaja dan telah melanggar hak cipta milik orang lain?” katanya.
Menurut Disna, laporannya terhadap kasus Lesti mungkin tidak tepat sasaran. Sebab, jika menggunakan Pasal 113 juncto Pasal 9 UU Hak Cipta, target utamanya haruslah pihak-pihak yang memperoleh manfaat finansial atau memiliki hak komersial dari konten tersebut.
Yang diunggah atau upload oleh Lesti Kejora, menurut Disna, sebenarnya tidak berasal dari akun YouTube miliknya, jadi ini menjelaskan bahwa laporan tersebut cukup kabur.
“Maka kemungkinan besar kasus ini akan berbeda dengan tujuan atau motif yang diinginkan oleh pihak melapor,” tandasnya.
Jika kita membahas Pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta, menurut Disna, terdapat tiga elemen dari pelanggaran hak cipta yaitu reproduksi, distribusi, dan perampasan hak atas karya, keempat hal tersebut jelas-jelas tidak dilakukan oleh Lesti Kejora. Oleh karena itu, jika suatu saat Lesti dipanggil menjadi tersangka dalam kasus ini, kemungkinannya adalah laporan ini akan berakhir tanpa proses lebih lanjut pada dirinya sendiri,” katanya dengan tegas.
“Sebenarnya, aturan ini harus ditujukan pada pihak yang beroperasi secara bisnis. Kita sama sekali tidak mengetahui apakah bukti yang diserahkan oleh pengadu memiliki hubungan dengan dugaan tersebut,” tambahnya.
Kemudian kembali ke Pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta, kata Disna, terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan oleh tersangka hingga dapat dikenakan sanksi pidana.
Ini berarti, pihak yang melaporkan perlu menunjukkan bahwa ada penyalahgunaan hak ekonomi yang dialami oleh tersangka, serta pemakaian tersebut adalah aktivitas bisnis yang dilakukan oleh tersangka. Sebagai contoh pada acara seperti hajatan; jika Lesti Kejora memainkan lagunya, dapatkah kita mengatakan bahwa tujuan dari acara tersebut bersifat komersial? Tentu saja bukan.
Menurutnya, pihak yang melaporkan seharusnya lebih detail dalam menguraikan pasal-pasal tersebut.
Sebagai contoh, kata Disna, terkait dengan masalah pembajakan. Pertanyaannya adalah, apa sebenarnya pembajakan itu? “Pembajakan berarti mendownload konten secara illegal. Apakah Lesti melakukan unduhan ilegal? Tentu saja tidak,” tandasnya.
“Bukankah Lesti mendistribusikan atau menjual DVD ilegal? Tidak demikian. Oleh karena itu, kasus tersebut terlalu samar untuk ditingkatkan menjadi penyelidikan. Apalagi sampai mengejar Lesti,” imbuhnya.
Disnaker setuju bahwa tindakan hukuman pidana merupakan pilihan terakhir dalam proses hukum. Menurutnya, sebelum sampai pada tahap tersebut, dapat diupayakan somasi, kemudian klarifikasi, dan akhirnya mediasi.
“Apa lagi soal hak cipta lagu. Bukan hanya berpindah langsung dari pembuat ke penyanyinya saja. Namun ada unsur lain yang cukup signifikan tentang penyebaran hak tersebut, yaitu lembaga bernama LMK atau Lembaga Manajemen Kolektif yang membidani royalti. Pelaporan sebaiknya dilakukan dengan cara yang lebih tepat, contohnya bertanya kepada LMK apakah akun YouTube yang mengunggah musik tersebut menerima royalti atau tidak, serta apakah lokasi di mana acaranya diselenggarakan memiliki motif komersil atau bukan. Hal ini masih kurang jelas,” keluhnya.
“Ini adalah nasihat saya untuk Lesti Kejoran, karena ia telah memiliki pengacara, mungkin dapat melanjutkan sesuai dengan jalannya proses hukum saat ini. Mungkin ada beberapa tahapan mediasi yang bisa dilalui. Namun perlu waspada, hal ini menjadi sangat berisiko jika ditayangkan secara luas kepada publik dan ternyata tidak benar adanya; Lestin bahkan bisa melakukan tuntutan balasan terhadap Yoni,” tambahnya.
Berikut adalah saran dari Disna untuk Yoni Dores: Sebaiknya saudara kandung mantan Deddy Dores menghimpun berbagai fakta yang tersedia terlebih dulu sebelum melakukan langkah hukum atau mempublikasikannya.
“Misalnya ke LMK, benarkah ada pelanggaran? Kalau tak ada, berarti tak masalah. Kalau ada pelanggaran, baru Yoni bisa ambil langkah hukum,” tandasnya.
(ray/jpnn)