Leveraging the momentum of AI, companies and organizations vigorously undertake various upgrades to their technological infrastructure, such as implementing virtualization platforms.
Menurut catatan Red Hat, selama tahun terakhir ini, penerimaan OpenShift Virtualization telah melonjak secara signifikan. Menurut posting blog resmi mereka, ada peningkatan 178% dalam jumlah klien yang memilih untuk menggunakan OpenShift Virtualization. Di sisi lain, penggunaan cluster produksi juga berlipat ganda hingga 121%, serta total virtual machine yang diatur oleh platform tersebut naik lebih dari 250%.
Daftar pemakai teknologi virtualisasi dari Red Hat, misalnya Ford dan Emerson BD, menceritakan kesuksesannya pada acara Red Hat Summit tahun 2025. Sementara itu, AMD mengumumkan adanya penambahan efisiensi biaya kepemilikan total (Total Cost of Ownership/TCoO) sebesar 77% saat para konsumen lama dalam hal virtualisasi pindah menggunakan VM yang beroperasi dengan processor buatan mereka.
OpenShift Virtualization merupakan salah satu fitur pada Red Hat OpenShift yang memungkinkan pengguna menjalankan virtual machine (VM) di samping kontainer dalam satu platform terpadu. Dengan fitur ini, perusahaan bisa mengelola aplikasi lama (yang masih berjalan di VM) dan aplikasi baru berbasis kontainer (cloud-native) dalam satu lingkungan yang konsisten dan otomatis.
Pada kesempatan bertanya-jawab bersama pers di kawasan Asia Pasifik pada acara Red Hat Summit 2025, pemimpin senior dari Red Hat menyatakan bahwa minat atas produk-produk tersebut semakin meningkat sejalan dengan keperluan bisnis akan struktur teknologi yang dapat menyesuaikan diri serta mampu mendukung operasi kecerdasan buatan.
Kemajuan besar telah terlihat pada OpenShift dan OpenShift Virtualization beserta dengan penerimaan konsumen yang cukup tinggi di bidang ini,” ujar CEO Red Hat, Matt Hicks. Dia menambahkan bahwa kedua platform tersebut, didukung oleh otomatisasi Ansible, siap membantu pelanggan mengembangkan inovasi berbasis kecerdasan buatan.
Chief Product Officer dari Red Hat, Ashesh Badani, menyatakan bahwa integrasi OpenShift Virtualization ke dalam platform OpenShift telah dilakukan pada tahun 2020. Sejak peristiwa tersebut, penggunaannya semakin melonjak, terutama setelah akuisisi Broadcom atas VMware yang kemudian menimbulkan keprihatinan seputar mungkin bertambahnya biaya serta ketidaktentuan untuk para konsumen. “Hal ini sangat mempercepat pertumbuhan jumlah pelanggannya,” ungkap Ashesh.
Sejarah Panjang Virtualisasi
Di luar Linux, Red Hat telah membentuk jejak sejarah yang signifikan dalam teknologi virtualisasi mulai akhir tahun 1990-an hingga awal 2000-an. Menurut cerita Ashesh Badani, sudah lebih dari sepuluh tahun terjadi perbedaan pandangan antara ranah sumber terbuka dan tertutup. “Ingatkah Anda? Pada tahun 2007, KVM atau Kernel-based Virtual Machine diluncurkan sebagai hypervisor dengan kode sumber terbuka di inti sistem operasi Linux,” ungkapnya.
Saat virtualisasi dan cloud bergabung, perusahaan mulai mempertimbangkan solusi terbuka untuk menunjang pekerjaan moderen serta struktur yang lebih adaptif.
Matt Hicks juga menyebutkan bahwa Red Hat bertindak sebagai landasan penting bagi struktur dasar IBM yang mencangkup berbagai aspek seperti virtualisasi, cloud computing, sampai kecerdasan buatan (AI). Sebagai contoh, dalam sistem IBM Cloud Pak, teknologi virtualisasi dipergunakan untuk pembuatan serta pengaturan mesin maya (VM). Sementara itu, Red Hat OpenShift Virtualization memainkan peranan penting dalam proses integrasi antara VM dengan kontainer di platform IBM Z dan LinuxOne.
Dukung Pelanggan dengan Inovasi
Bukan hanya bergantung pada pengalamannya dalam teknologi virtualisasi, Red Hat pun mendorong sejumlah inovasi pada platform OpenShift Virtualization untuk menyesuaikan dengan permintaan konsumen.
Menurut Ashesh Badani, sejumlah besar konsumen lama dalam teknologi virtualisasi menuntut adanya fitur yang telah biasa mereka gunakan, seperti kapabilitas networking, proses migrasi penyimpanan, serta antarmuka administratif yang mudah digunakan untuk menjaga VM-VM tersebut. Menanggapi hal ini, Red Hat melakukan perbaikan-perbaikan bertahap dari satu versi ke versi berikutnya. Sebagai contoh, pada perilisan OpenShift 4.18, Red Hat menyuguhkan penguatan terhadap sistem jaringannya, fasilitas pemindahan data yang semakin lancar, berserta panel kontrol administrator yang mendukung manajemen VM menjadi lebih efektif.
Seputar tren kecerdasan buatan (AI), Ashesh menggarisbawahi bahwa platform serupa, yakni OpenShift, dipakai baik untuk virtualisasi maupun AI. “Dengan demikian, saat klien kita merombak sistem infrastrukturnya (mengintegrasikan VM dengan kontainer), mereka juga telah mendirikan dasar yang sudah siap gunakan untuk proyeksi-proyek AI di kemudian hari,” paparnya.
Memperkuat Ekosistem Mitra
Salah satu langkah tambahan yang diambil oleh Red Hat adalah meningkatkan keterpaduan dengan pemain dalam ekosistemnya, termasuk penyedia layanan penyimpanan, pencadangan, serta pemulihan bencana. “Tim kami berkolaborasi dekat dengan para mitra guna menjamin bahwa kita bisa menyajikan keterintegrasan optimal kepada konsumen,” jelas Ashesh.
Red Hat juga menawarkan OpenShift VRT (Virtualization) pada AWS, Azure, Google Cloud, serta hyperscaler utama lainnya. “Klien sekarang dapat memilih untuk mentransformasikan infrastruktur virtual mereka di cloud dengan menggunakan OpenShift VRT,” terangkan Stephanie Chiras, SVP dari Partner Ecosystem Success di Red Hat.
Membutuhkan Platform Jangka Panjang
Menurut Andrew Brown, Kepala Pendapatan Utama di Red Hat, dari sudut pandang konsumen, telah terjadi perubahan halus pada bagaimana pola penerimaan produk oleh para pembeli. “Konsumen mulai sadar bahwa dengan menentukan satu platform untuk waktu yang lama dapat mengurangi tanggung jawab operasional serta menghindari biaya tambahan akibat migrasi dari sistem sebelumnya,” ungkapnya.
Menurutnya, berbagai perusahaan sudah menerapkan teknologi virtualisasi selama 10-15 tahun terakhir, membuat metode, staf, serta langkah-langkah kerjanya menjadi sangat mapan. “Melakukan pergantian keseluruhan secara bersama-sama bisa membawa risiko dan beban biaya besar, oleh karena itu klien membutuhkan mitra yang dapat memberikan jaminan untuk transisi yang lancar,” ungkap Andrew.
Ia juga menceritakan proyek migrasi bersama satu produsen otomotif, di mana setiap akhir pekan mereka harus memindahkan (VM) satu plant/pabrik ke infrastruktur baru. Hal ini, menurut Andrew, menunjukkan bagaimana Red Hat dapat mendukung migrasi skala besar tanpa harus menghentikan produksi.
Dengan kemampuan dan ekosistem yang terus berkembang serta momentum AI yang kuat, OpenShift Virtualization dapat mendukung transformasi digital sekaligus mendorong inovasi cerdas di masa depan.