Warta KBB, Jakarta – Algoritma , adalah suatu konsep yang sering kali kita dengar dalam bidang teknologi serta matematika, saat ini telah menjadi elemen tak terpisahkan dari rutinitas harian. Mulai dari merancang perangkat lunak komputer, memproses informasi skala besar, hingga dengan cara tidak langsung juga berperan dalam menentukan nasib pada arena taruhan daring. Menurut laman resmi Binus Algoritme merupakan serangkaian tindakan terstruktur yang diciptakan guna mengatasi sebuah kendala. Di dalam ranah pengkodean komputer, algoritme bertugas menjadi fondasi logis yang mendukung eksekusi program sesuai dengan instruksi diberikan.
Dua teknik populer untuk merancang algoritme adalah flowchart dan pseudocode. Flowchart menunjukkan alur secara visual melalui diagram, sementara itu pseudocode tulis tahapan-tahapan logika dalam Bahasa yang setengah formal sehingga mudah dimengerti oleh orang lain.
Menurut Dicoding, asal-usul algoritma mencapai waktu yang sangat lampau dan bermula dengan ahli matematika Muslim bernama Al-Khawarizmi, yang mengembangkan metode matematis terstruktur untuk menyelesaikan masalah kompleks. Abad setelahnya, pemikir besar Alan Turing menunjukkan bahwa perangkat mekanis pun bisa melaksanakan algoritme tersebut, mendorong perkembangan dalam era komputasi modern.
Akan tetapi, tidak seluruh implementasi algoritme berakibat positif. Di sektor perjudian online, alih-alih itu, algoritme malah bertindak sebagai pedang bermusuhan yang mengendalikan keberuntungan banyak bettor. Sebagaimana diberitakan oleh Sigma World, ada dua tipe dasar algoritme yang aktif dalam sistem belakang operasional situs taruhan daring ini yaitu
Random Number Generator (RNG) dan algoritma pembayaran.
RNG merupakan jantung dari permainan yang menghasilkan kesempatan tak terduga pada tiap pertaruhan. Misalkan dalam putaran mesin slot, RNG ini akan menciptakan bilangan acak baru tanpa henti, sehingga membuat hasil game sulit diantisipasi. Paling sedikit secra teoritis, maksudnya ialah memberikan kewajaran serta autonomi atas hasil tersebut. Kemudian, berkembang pula metode bernama sistem provably fair yang mendukung pemain untuk mengecek sendiri kelangsungan adilnya hasil dengan cara manual.
Meskipun demikian, sebagaimana disampaikan oleh Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada, ketidakkonsistenan tersebut kerap kali membingungkan. “Tidak pernah ada kisah bermain judi yang berhasil,” tegasnya saat memberikan keterangan pers tanggal 2 Mei 2025 di Jakarta Barat.
Dia menyatakan bahwa mekanisme algoritme pada situs taruhan online dirancang sedemikian rupa sehingga para pemain cenderung selalu kalah. Tambahkan itu, Wahyu mengatakan bahwa operator melakukan kampanye psikologi untuk mendorong pemain tetap bertaruh walaupun mereka telah beberapa kali mengalami kekalahan.
Selanjutnya, sistem perhitungan pembayaran di situs judi online dibuat dengan tujuan untuk memastikan laba bagi kasino sementara juga mengatur bonus serta imbalan supaya para pemain merasa tertarik. Situs-situs ini melakukan analisis atas pola pertaruhan, sering kali bermain, dan derajat partisipasi guna menyediakan tawaran-tawaran yang kelihatannya menggiurkan, meskipun pada dasarnya hal tersebut bertujuan agar pemain tetap terperosok dalam lingkaran kerugian mereka sendiri.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, menyampaikan peringatan tentang kesalahan persepsi terkait keberhasilan di perjudian daring yang kerap membingungkan fakta sebenarnya. “Seorang pemain menjual dua kendaraan mewah dan menggunakan duit tersebut untuk bermain judi daring. Setelah itu, ia berhasil memenangkan sebuah sepeda motor. Namun, mereka melupakan bahwa telah kehilangan kedua mobil mewah tadi,” ungkapnya.
Peristiwa ini memicu perbincangan yang lebih luas mengenai hal tersebut. algoritma, yang pada dasarnya merupakan alat logis, dapat dipakai dengan niat manipulative. Dari sudut pandang positif, algoritma membentuk landasan bagi perkembangan teknologi kontemporer. Namun di sisi lainnya, apabila digunakan secara tidak tepat, ini bisa berubah menjadi perangkap digital yang halus namun sangat merugikan.
Hendrik Khoirul Muhid, Hanin Marwah, M. Faiz Zaki, serta Melynda Dwi Puspita turut berpartisipasi dalam penyusunan artikel ini.