Lembang Menuju Kota Mandiri: Wacana Pemekaran KBB Terus Bergulir

Lembang Menuju Kota Mandiri: Wacana Pemekaran dari Kabupaten Bandung Barat Terus Bergulir

Wacana pembentukan Kota Lembang sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) dari Kabupaten Bandung Barat (KBB) telah menjadi isu signifikan yang terus bergulir sejak beberapa tahun terakhir. Lembang, yang dikenal sebagai ikon pariwisata dan penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi KBB, dinilai memiliki potensi dan kelayakan untuk menjadi kota mandiri. Pembahasan mengenai pemekaran Kota Lembang KBB ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari inisiator hingga pemerintah daerah, mencerminkan kompleksitas dan harapan yang menyertainya bagi warga Bandung Barat.

Gagasan untuk menjadikan Lembang sebagai kota otonom sudah mulai muncul sejak tahun 2016, didasari oleh berbagai alasan kelayakan. Wilayah ini dianggap memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, jumlah penduduk yang terus meningkat, kepadatan yang memadai, serta luas wilayah yang substansial untuk menyandang status kota mandiri.

Sejak tahun 2018, Forum Komunikasi Desain Penataan Daerah (Forkodetada) CDOB Kota Lembang, yang dipimpin oleh Hj. Dr. Een Nurhasanah, telah menjadi salah satu pendukung utama dan mulai mengambil langkah-langkah formal. Upaya tersebut mencakup serangkaian audiensi di tingkat kabupaten dengan Pemkab KBB, tingkat provinsi dengan Pemprov Jawa Barat, hingga pemerintah pusat, guna memperjuangkan aspirasi pemekaran ini secara serius dan terstruktur.

Pada periode 2020 hingga 2022, isu pembentukan Kota Lembang semakin ramai diperbincangkan dan mendapatkan dukungan dari sejumlah tokoh masyarakat serta inisiator. Lembang bahkan tercatat sebagai salah satu dari lima daerah di Jawa Barat yang telah menyelesaikan dokumen pemekaran, menunjukkan keseriusan dan persiapan yang matang dalam proses administratifnya.

Dukungan masyarakat terhadap pemekaran Lembang juga terlihat pada tahun 2021, dengan catatan penting bahwa proses ini harus bersih dari kepentingan terselubung. Kemudian, pada tahun 2022, para inisiator, termasuk Agoeng Darsono, menegaskan bahwa wacana pemekaran Lembang sudah tercatat secara resmi dan bukan lagi sekadar gagasan. Mereka bahkan telah melayangkan surat kepada Plt Bupati Bandung Barat kala itu, Hengki Kurniawan, dan DPRD KBB, untuk membahas isu strategis ini secara serius dan mencari solusi terbaik.

Baca Juga  Ditinggal Kosong dengan Tungku Masih Menyala, Rumah Pasangan Lansia di Cipongkor Rata dengan Tanah

Meskipun prosesnya masih dalam tahapan lanjutan, dikabarkan bahwa undang-undang pemekaran Kota Lembang telah disahkan pada tanggal 4 April 2023. Namun, tahapan implementasi dan keputusan final masih menunggu regulasi lebih lanjut dari pemerintah pusat. Pembahasan mengenai pemekaran Lembang terus berlanjut hingga tahun 2024-2025, dengan fokus utama pada optimalisasi potensi ekonomi, pengembangan pariwisata, dan peningkatan efisiensi birokrasi yang diharapkan dari status kota mandiri.

Rencananya, Kota Lembang yang baru akan mencakup 3 hingga 5 kecamatan. Kecamatan-kecamatan yang paling sering disebut akan menjadi bagian dari Kota Lembang meliputi Kecamatan Lembang, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Parongpong, dan Kecamatan Maribaya. Kecamatan Maribaya sendiri sering disebut sebagai hasil pemekaran dari Kecamatan Lembang. Beberapa sumber lain juga menyebutkan lima kecamatan, namun rincian pastinya dapat bervariasi tergantung pada kajian final.

Motivasi utama di balik wacana pemekaran ini adalah harapan untuk peningkatan pelayanan publik yang lebih optimal dan merata bagi seluruh masyarakat calon Kota Lembang. Selain itu, pemekaran diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur dan pemerataan pembangunan di wilayah tersebut, yang selama ini mungkin terkendala oleh rentang kendali yang luas. Optimalisasi potensi ekonomi dan pariwisata Lembang, yang sangat besar di sektor pariwisata, pertanian, dan perdagangan, juga menjadi alasan kuat agar dapat dikelola lebih maksimal sebagai kota mandiri. Aspek efisiensi administrasi dan birokrasi turut menjadi pertimbangan penting dalam dorongan pembentukan Daerah Otonomi Baru ini, demi tata kelola pemerintahan yang lebih responsif dan efektif.

Wacana pemekaran Kota Lembang tentu menimbulkan berbagai respons dari pemangku kepentingan, baik dukungan kuat maupun kekhawatiran yang mendalam. Dari pihak pendukung utama, Forum Komunikasi Desain Penataan Daerah (Forkodetada) CDOB Kota Lembang menjadi garda terdepan dalam menyuarakan aspirasi ini.

Baca Juga  Batujajar KBB: Jejak Sejarah, Dinamika Pembangunan, dan Potensi Lokal

Ketua Forkodetada, Hj. Dr. Een Nurhasanah, bersama Wakil Ketua 1 Kusna Sunardi, dan Ketua Umum Forkodetada Jabar, Rd H Holil Aksan Umarzen, secara konsisten menyuarakan pentingnya pemekaran demi kemajuan daerah. Selain itu, Agoeng Darsono, Inisiator Komite Pemekaran Kabupaten Bandung Utara Kota Lembang, serta Jeje Ritchie Ismail, juga turut mendorong pembentukan kota baru ini, melihat potensi besar yang dimiliki Lembang untuk berkembang lebih pesat sebagai entitas mandiri.

Namun, wacana ini juga menghadapi tantangan dan kekhawatiran dari berbagai pihak. Mantan Bupati Kabupaten Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna, sempat menolak rencana pemekaran karena Lembang merupakan penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi KBB. Kekhawatiran akan hilangnya sumber PAD utama ini menjadi pertimbangan serius yang dapat memengaruhi stabilitas keuangan kabupaten induk.

Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Barat (KPKBB) juga menyayangkan wacana pemekaran Lembang, melihat dampak potensial terhadap KBB secara keseluruhan. Selain itu, Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Nurtanio, Djamu Kertabudi, mempertanyakan kelayakan Lembang menjadi kota. Menurutnya, dengan karakteristik Lembang yang masih dominan agraris dan pedesaan, wilayah ini mungkin lebih cocok jika statusnya ditingkatkan menjadi kabupaten daripada kota.

Tantangan lain yang dihadapi dalam proses pemekaran ini adalah moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) oleh pemerintah pusat, yang secara signifikan memperlambat dan mempersulit proses persetujuan. Selain itu, persetujuan dari kabupaten induk (KBB) dan DPRD Provinsi Jawa Barat juga menjadi prasyarat mutlak yang harus dipenuhi sebelum DOB dapat terbentuk secara resmi.

Perubahan status dari desa menjadi kelurahan juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi sebagian masyarakat Lembang. Hal ini dikhawatirkan akan menghilangkan tradisi pemilihan kepala desa (Pilkades) yang merupakan bagian integral dari kehidupan sosial budaya, serta berpotensi menggerus kehidupan tradisional desa akibat urbanisasi yang tidak terhindarkan. Untuk mengatasi kekhawatiran perimbangan PAD pasca-pemekaran, Komite pembentukan Kota Lembang mendorong KBB untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam di wilayah selatan guna meningkatkan PAD dan menjaga keseimbangan fiskal.

Baca Juga  Reshuffle Kabinet: Sri Mulyani Diganti, Purbaya Pimpin Kemenkeu

Menanggapi aspirasi masyarakat terkait pemekaran daerah, Wakil Gubernur Jawa Barat pada tahun 2020, Uu Ruzhanul Ulum, menyatakan secara resmi bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus mengakomodasi keinginan masyarakat tersebut. Pernyataan ini menunjukkan adanya dukungan dan komitmen dari tingkat provinsi terhadap proses aspirasi daerah yang sah dan konstitusional.

Dari lingkup legislatif daerah, Ketua Komisi I DPRD KBB, Sandy Supyandi, juga menyambut baik aspirasi yang disampaikan oleh FORKODETADA. Hal ini mengindikasikan bahwa perwakilan rakyat di Kabupaten Bandung Barat memberikan perhatian serius dan membuka ruang diskusi terhadap wacana pembentukan Kota Lembang, sebagai bagian dari upaya pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *