WARTA BANDUNG BARAT, TEHERAN – Amerika Serikat meluncurkan serangan udara terhadap sejumlah fasilitas militer Iran pada Jumat dini hari, 21 Juni 2025. Serangan ini diklaim sebagai respons langsung terhadap serangan drone terhadap pangkalan militer AS di Irak awal pekan yang menewaskan dua tentara dan melukai beberapa lainnya.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis Pentagon, militer AS menargetkan pangkalan logistik dan pusat komando Garda Revolusi Iran (IRGC) yang diyakini terlibat dalam pengorganisasian serangan terhadap pasukan koalisi. Operasi dilaksanakan dari pangkalan militer AS di kawasan Teluk, dengan dukungan pesawat tempur dan drone bersenjata.
“Ini adalah tindakan proporsional untuk membela personel kami dan mencegah serangan lanjutan,” ujar Letnan Jenderal Matthew Brooks, juru bicara Departemen Pertahanan AS, kepada wartawan di Washington.
Media pemerintah Iran seperti IRNA dan Press TV mengonfirmasi terjadinya ledakan di beberapa kota, termasuk Ahvaz dan Khorramshahr di Provinsi Khuzestan. Pemerintah Iran mengecam serangan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap kedaulatan negara dan menyatakan akan merespons secara tegas.
“Amerika telah menunjukkan agresi terbuka. Republik Islam Iran akan membalas di waktu dan tempat yang kami tentukan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, dalam pernyataan resminya.
Menurut laporan awal dari media lokal, beberapa fasilitas militer mengalami kerusakan berat. Sementara itu, belum ada data resmi yang menyebutkan jumlah korban jiwa. Iran meningkatkan kesiagaan militer nasional dan memanggil duta besar negara-negara sahabat untuk menyampaikan protes diplomatik.
Serangan ini menuai reaksi keras dari berbagai pemimpin dunia. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan menghindari eskalasi lebih lanjut.
“Kami mendesak AS dan Iran untuk menahan diri dan menyelesaikan ketegangan melalui diplomasi,” demikian pernyataan tertulis dari Kantor Sekretaris Jenderal PBB, Jumat malam waktu New York.
Negara-negara lain seperti Rusia, Tiongkok, dan Turki juga mengkritik langkah sepihak AS dan menyarankan pembentukan mekanisme internasional untuk mencegah konflik berskala luas. Uni Eropa menyebut tindakan tersebut berisiko memicu ketidakstabilan regional yang lebih besar.
Di pasar global, harga minyak melonjak lebih dari 4 persen setelah serangan terjadi, dengan kekhawatiran akan terganggunya jalur pengiriman energi dari Selat Hormuz. Analis energi memperingatkan bahwa kelanjutan konflik dapat berdampak langsung pada pasokan dan harga minyak dunia.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran telah berlangsung sejak keluarnya AS dari perjanjian nuklir JCPOA pada 2018 dan pemberlakuan kembali sanksi ekonomi. Sejak itu, serangkaian bentrokan tidak langsung, serangan terhadap fasilitas, dan operasi proksi terus memperburuk hubungan kedua negara.
Menurut informasi dari Reuters, Iran kini mempertimbangkan berbagai opsi strategis, termasuk penguatan pasukan di perbatasan barat dan konsultasi dengan negara-negara sekutunya di kawasan.
Hingga saat ini, belum ada serangan balasan terbuka dari Iran, namun para analis memperkirakan bahwa balasan mungkin tidak datang dalam bentuk konvensional, melainkan melalui jalur proksi atau serangan siber yang terkoordinasi.