Warta Bandung Barat, JAKARTA
– Perubahan pada sistem pendidikan yang mengutamakan STEM (Sains, Teknologi, Rekayasa, Matematika) dianggap sebagai tindakan penting untuk mencetak generasi terdidik dengan daya saing internasional guna mewujudkan cita-cita Indonesia Emas tahun 2045.
Stephanie Riady, anggota tim penasihat ahli dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), menyatakan hal tersebut.
Dia mengungkapkan bahwa sistem pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia harus direformulasi secara mendasar supaya menjadi lebih sesuai dengan keperluan generasi penerima didik saat ini.
“Sebenarnya, sains itu adalah metode berfikir, yang mencakup bagaimana memandang suatu masalah, menyusun solusi, serta menerjemahkan ilmu pengetahuan ke dalam tindakan,” jelas Stephanie pada hari Sabtu, 24 Mei 2025.
Dia mengkritisi cara pengajaran ilmu pengetahuan dan matematika di Indonesia yang masih cenderung bergantung pada metode konvensional seperti menghafalkan formula dan tes pilihan ganda, serta kurang adanya praktek langsung dalam proses belajar-mengajar. Seharusnya, tuntutan perubahan teknologi dunia membutuhkan anak-anak muda kita agar dapat berkembang menjadi individu-individu yang memiliki pemikiran kritis, kreatif, dan bisa bekerja sama secara efektif.
Menurut dia, metode belajar STEM yang berbasis konteks amat krusial supaya murid-murid tak merasa jauh dari bahan pelajaran tersebut. Bidang STEM dianggap bisa memperkukuh cara berpikir analitis yang diperlukan pada zaman teknologi artificial intelligence ini.
Dia mengambil contoh Korea Selatan dan Finlandia yang telah sukses menunjukkan keberhasilan dari investasi jangka panjang pada bidang pendidikan STEM. Korea Selatan sudah menjadikan STEM sebagai fokus utama sejak tahun 1960-an, sedangkan Finlandia lebih menganjurkan kreativitas serta belajar antar-disiplin dalam kurikulumnya.
Dia juga merujuk pada hasil Program untuk Evaluasi Siswa Internasional (PISA) tahun 2022 yang menyatakan bahwa Indonesia menduduki posisi ke-71 dari total 80 negara dalam hal kemampuan membaca dan pemahaman ilmu pengetahuan. “Informasi ini mengindikasikan bahwa walaupun para siswa di Indonesia telah menjalani pendidikan formal, namun metode pengajaran masih kurang mendorong pembelajaran berpikir secara saintifik,” terangnya.
Laporan World Bank yang bertajuk “Fixing the Foundation” menjadi fokus perhatian. Menurut laporannya, sejumlah besar program pelatihan guru di negeri-negera dengan pendapatan menengah seperti Indonesia masih kurang berhasil dalam menguasai materi serta metode pembelajaran bidang STEM.
“Vietnam dapat dijadikan teladan yang menginspirasi. Sejak tahun 2010, mereka telah merombak kurikulum menggunakan metode berorientasi pada proyek. Akibatnya, prestasi para murid mereka saat ini setarap dengan negeri-negeri berkembang,” jelasnya.
Dia menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk mengakselerasi pembangunan pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa program daerah seperti kursus robotika di Yogyakarta, perlombaan kreativitas di Jakarta, serta pengkajian teknologi Internet of Things (IoT) oleh para mahasiswa di Surabaya mencerminkan pertumbuhan makin pesat dari lingkungan inovatif tersebut.
Akan tetapi, potensi itu dianggap masih perlu adanya peningkatan pada sistem pendidikan serta dukungan kebijakan yang melintasi sektoral.
“Bukan semua anak harus menjadi seorang peneliti. Akan tetapi, tiap anak penting untuk mempelajari bagaimana melihat sesuatu secara cermat, berfikir dengan logis, serta menuntaskan tantangan yang dihadapi. Sebab masa depan tidak diciptakan lewat penghafalan belaka, namun melalui keteguhan hati untuk terus bertanya, mengerahkan usaha, bahkan merasakan kegagalan, kemudian bangkit lagi,” katanya.
Dalam rangka mendorong percepatan transformasi pendidikan, Kemendikdasmen bersama Kementerian Pendidikan Tinggi dan Inovasi Teknologi, Kementerian Budaya, Kemenag, serta Komisi Digital Nusantara (Komdigi), bekerja sama dengan Yayasan Riady untuk mengimplementasikan program “Indonesia Cerdas STEM”. Kerjasama ini mencakup partisipasi lebih dari 500 sekolah dasar dan menengah se-Indonesia.
Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan para pendidik, mengembangkan kurikulum yang didasarkan pada projek dan teknologi AI, serta menciptakan lingkungan belajar yang bersifat kerjasama dan relevansi dengan dunia nyata. Selama periode Lima Tahun, inisiatif tersebut bercita-cita agar 10 Juta Pelajar mendapatkan pemahaman mendasar tentang Teknologi Buatan Pintar (Artificial Intelligence/ AI) dan disiplin ilmu STEM.
Sementara itu, Mochtar Riady, pendiri Riady Foundation, menyatakan pendidikan adalah bentuk warisan terbaik bagi masa depan bangsa.
“Pendidikan adalah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan untuk generasi penerus. Saya mengajak seluruh keluarga Indonesia untuk berperan aktif. Anak-anak kita tidak hanya butuh mimpi, mereka butuh bekal untuk mewujudkannya,” ujarnya.
Di masa mendatang, kami bersedia bekerja sama dengan semakin banyak pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor bisnis, serta masyarakat setempat, guna meningkatkan sistem pendidikan STEM. Tujuannya adalah agar proyek ini bisa tumbuh menjadi suatu gerakan besar di seluruh negeri yang bertujuan mencetak pikiran kritis bagi anak-anak muda agar siap menghadapi perkembangan jaman.