Warta Bandung Barat | Periset Temukan Sistem AI Bisa Membentuk Komunitas Saat Ditinggal Sendirian, Mekanismenya?

Periset Temukan Sistem AI Bisa Membentuk Komunitas Saat Ditinggal Sendirian, Mekanismenya?



Warta Bandung Barat


,


Jakarta


– Saat diperbolehkan untuk saling berinteraksi tanpa sentuhan manusia, sistem kecerdasan buatan disebut

AI

Ternyata mereka dapat membentuk suatu jenis komunitas sosial yang mempunyai bahasa serta aturan sendiri. Penemuan tersebut disampaikan oleh kelompok peneliti dari City St George’s dalam riset terkini yang dirilis di jurnal

Science Advances

.

Dilansir dari

Independent

Risalah itu mempelajari cara model bahasa besar semacam yang menjadi dasar dari ChatGPT saling berkomunikasi saat diletakkan di dalam grup. Temuan peneliti adalah bahwa jenis sistem kecerdasan buatan ini dengan sendirinya dapat menciptakan aturan bicara baru, serupa dengan bagaimana manusia membuat standar perilaku dalam masyarakat.

“Mayoritas riset yang telah dilakukan sejauh ini menangani model bahasa berukuran besar dengan cara tersendiri,” ungkap Ariel Flint Ashery, sang penulis utama dan juga mahasiswa doktoral dari City St George’s.

Meskipun di kehidupan sehari-hari, sistem AI cenderung terbentuk dari beberapa agen yang saling berkomunikasi. Pertanyaannya adalah: apakah model tersebut dapat menyesuaikan tingkah lakunya melalui pembuatan kesepakatan bersama? Jawabnya iya, dan apa yang dilakukan secara kolektif tak bisa disederhanakan hanya berdasarkan pada individu.


AI dan “Permainan Penamaan”

Agar dapat mengerti bagaimana komunitas terbentuk, para ilmuwan menerapkan metode umumnya dipakai di riset tentang tingkah laku manusia, yaitu teori main kata atau “naming game”. Pada percobaan virtual itu, asisten kecerdasan buatan diajak untuk menunjukkan pilihan “kata” antara berbagai alternatif, serta bakal diberikan hadiah apabila mereka berhasil memilih istilah yang serupa dengan satu sama lain.

Sejalan dengan berjalannya waktu, para agen tersebut mengembangkan suatu sistem penamaan yang timbul secara alami melalui interaksi antar grup tanpa adanya koordinasi pusat maupun persiapan awal. Fenomena ini mirip sekali dengan proses pembentukan norma di dalam budaya manusia yang umumnya berkembang dari dasar menuju puncak (atas-ke-bawah/bottom-up).

READ  Tonton Film Horor Gundik di Mega XXI Batam Mulai 24 Mei 2025 - Sinopsis dan Jadwal Lengkap!

Bukan hanya itu saja, di kalangan komunitas yang lebih sempit pula, para agen AI cenderung mengembangkan bias bersama-sama. Hal yang mencengangkan adalah bahwa bias ini tak datang dari salah satu agen tertentu, melainkan timbul akibat interaksi antara mereka sebagai sebuah grup.

“Andre Baronchelli, profesor kompleksitas kota di St George’s London dan juga penulis utama studi tersebut mengatakan: ‘Diskriminasi tak selamanya berasal dari dalam diri seseorang,’” katanya. “Hasilnya mengejutkan kami karena ternyata diskriminasi dapat timbul antar agen berdasarkan pola interaksinya saja. Hal ini menjadi area abu-abu besar dalam banyak riset keamanan AI sekarang yang umumnya lebih memusatkan perhatian pada pemodelan individual.”


AI Dapat Mempengaruhi AI Yang Lain

Studi juga menyimpulkan bahwa sejumlah kecil entitas AI mampu mempengaruhi kelompok lebih luas agar mengadopsi aturan atau tradisi tertentu. Hal serupa umumnya ditemui pada grup manusia, di mana bagian kecil tersebut berperan sebagai pemuncul tren baru bagi seluruh komunitas mereka.

Peneliti meyakini bahwa hasil penelitian ini sangat signifikan dalam menggali pemahaman tentang cara kerja AI serta perbandingannya dengan manusia ketika merancang interaksi sosial. Ini menjadi elemen utama seiring semakin dominannya keberadaan AI di ranah digital yang dapat melakukan komunikasi atau kolaborasi sendirian, tanpa campur tangan dari pihak human.

“Penelitian ini menghadirkan wawasan terbaru di bidang studi keselamatan AI,” ungkap Baronchelli seperti dilaporkan oleh media.

Neurosciencenews
.

Penemuan ini menggambarkan sejauh mana dampak dari spesies agen baru yang sudah mulai berhubungan dengan kita dan akan turut mempengaruhi masa depan kami.

Menurutnya, memahami cara kerja
AI
Ini sungguh krusial supaya manusia dapat hidup sejalan dengan sistem ini tanpa jadi korban kemajuan teknologinya. “Saat kita masuk ke era di mana AI tak cuma bicara tetapi juga negoasi, menyesuaikan tindakan, dan terkadang bertengkar antar sesama, mirip seperti yang dilakukan oleh manusia,” tandas Baronchelli.

READ  Samsung Galaxy S25 Edge di Indonesia Hadir dengan Tiga Varian Warna Titanium

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *